
Lombok Timur – Krisis sumber daya air di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), kian mengkhawatirkan. Aktivitas pertambangan dan alih fungsi lahan yang dilakukan secara ugal-ugalan ditengarai sebagai penyebab utama menyusutnya jumlah mata air. Sejumlah titik bahkan dilaporkan telah mengering.
Kepala Divisi Program Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, Herman, mengungkapkan bahwa Pulau Lombok memiliki sekitar 400 mata air, dengan 216 di antaranya berada di wilayah Lombok Timur. Jumlah ini terus menurun dari tahun ke tahun.
“Alih fungsi lahan dan pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem telah merusak daerah resapan air. Jika dibiarkan, hak warga untuk mengakses air bersih akan semakin terancam,” kata Herman kepada detikBali pada Selasa (11/3/2025).
Senada dengan itu, Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam Rinjani (GEMPAR UGR), Azhar Pawadi, menilai bahwa pemerintah daerah belum menunjukkan komitmen yang serius dalam mengelola sumber daya air.
“Data mata air saja belum diperbarui sampai sekarang, apalagi penataan dan pemulihan. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan air belum menjadi prioritas,” tegas Azhar dalam sebuah diskusi lingkungan baru-baru ini.
Berdasarkan catatan GEMPAR, pada tahun 2016 tercatat lebih dari seribu mata air di Lombok Timur. Namun hingga tahun 2020, jumlah tersebut menyusut drastis menjadi hanya 206 mata air yang masih aktif.
GEMPAR mengidentifikasi beberapa penyebab utama krisis ini, di antaranya:
-
Izin pertambangan di wilayah resapan air, yang menyebabkan penurunan debit air dan rusaknya tutupan hutan.
-
Ketiadaan pembaruan data sumber daya air, padahal data yang akurat sangat penting untuk perencanaan jangka panjang.
-
Lemahnya prinsip keadilan dalam distribusi air bersih, tercermin dari berbagai konflik pemanfaatan air seperti kasus SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum).
-
Minimnya perlindungan kawasan lingkar mata air, bahkan ditemukan beberapa titik mata air berada di kawasan yang digunakan untuk pembuangan sampah.
“Air adalah hak dasar warga negara. Pemerintah harus memastikan bahwa 1,5 juta penduduk Lombok Timur mendapatkan akses air bersih yang adil dan berkelanjutan,” tegas Azhar.
Di sisi lain, Direktur Utama PDAM Lombok Timur, Sopyan Hakim, menyatakan bahwa pihaknya akan memulai program penanaman pohon di kawasan mata air untuk menjaga ekosistem. Pohon kaliandra dan gamal dipilih sebagai tanaman utama dalam program ini.
“Ini bagian dari upaya pemulihan dan perlindungan sumber mata air yang akan kami sinergikan dengan pemerintah daerah,” kata Sopyan.
PDAM juga berencana untuk memperluas jangkauan layanan air bersih dengan memaksimalkan proses perizinan pemanfaatan mata air. “Saat ini kami sudah menggunakan 20 sumber mata air, dan ke depannya kami akan ajukan izin untuk mengakses sumber air lainnya,” tambahnya.
GEMPAR mendesak Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur yang baru, bersama DPRD, untuk segera melakukan reformasi kebijakan tata kelola air. Pemerintah harus menegakkan regulasi secara tegas, memperkuat perlindungan kawasan mata air, serta menjamin distribusi air yang adil bagi seluruh masyarakat.
“Jika tidak ada langkah konkret sekarang, krisis air di Lombok Timur akan semakin parah dan membebani generasi mendatang,” tutup Azhar.